Sunday, September 4, 2011

petak umpet

16.30 WITA

Ada yang datang, ada yang hilang
Ada yang hilang lalu datang lagi tapi kemudian hilang kembali
Ia menikmati kebingungannya
Membiarkan pikiran-pikiran yang engga akan habis dipikir itu meracuni pikirannya
Gue seperti menggoreng telur mata sapi
Lagi anteng-anteng lalu terciprat minyaknya
Bagai minyak dan penggorengan,
kita berdua sangat dekat
Namun karena nyemplungnya si telor brengsek ini,
Gue pula lah yang kena dampaknya
Cipratan linglung nya.

Dia hilang
Dia datang
Hilang lagi, datang lagi,
Begitu seterusnya
Gue hafal. Hafal gelagatnya
Hafal pula alasan-alasan dia menghilang

Seharusnya gue hafal dengan perasaan gue
Rasa setiap gue ditinggal olehnya
Namun kali ini gue lupa
Mungkin kurang konsumsi ginkobiloba
Atau semudah gue memang engga mau mengingatnya
Terlalu sering berulang
Sampai gue ogah buat bersulang
Menyulangkan gelas-gelas senyum
Berpura-pura gue tenang slama kepergiannya
Engga. Gue engga setenang itu.
Gue tegang, bukan tenang
Gue tegang sama permainannya
Petak umpet buatannya

dadah dadah

15.00 WITA

Sepertinya baru kemarin
Menginjakan kaki di pulau ini
Mengadu cerita dengan pasir
Ditemani alunan gitar virtual
Gue duduk di sana waktu itu
Masih inget betul gimana ancurnya
Seancur air yang dibelah karang
Bahkan ditambah angin
Morat marit namun masih dinanti

Saat itu putaran waktu berjalan
Jangan sedih, bukan lagi menit apalagi detik, namun jam
Berjam-jam memulihkan lubang-lubang di perasaan
Bukan lagi butuh ditambal
Butuh diaspal kata mereka

Lalu sekarang gue datang
Sudah sembuh kawan..
Sudah diaspal, sudah bisa dijadikan arena balapan
Gue duduk di tempat yang sama
Ditempat dulu gue jadi individu paling cengeng sepadang-padang
Hati ini tergelitik
Inget jaman dulu, jamannya gue masih into elu

Satu tempat, dua kenangan
Satu orang, dua permainan
Ayoo gue mau dadah dadah
Menyudahi semua yang udah-udah
Jatuh di lubang yang sama itu boleh-boleh aja
Asal untuk mendapatkan yang berbeda
Kalau jatuhnya karna dia lagi dia lagi,
Maluu woooiii sama kelinci..!

Thursday, May 26, 2011

telinga dan bunyi (+gaung nya)

11.oo WIB

Bunyinya aneh, bukan lagi sunyi namun belum sampai gaduh
Ada dipertengahan, sampai gue engga tau apa sebutannya
Semua bunyi ada awalnya, semua diam ada sebabnya
Resonansi yang berderak engga bisa terhitung
Kadang timbul, kadang tidak. Sesuka-sukanya.
Seperti beberapa putaran jarum jam yang lalu
Di sana si sumber bunyi berdiri
Di sekitar gue. Kadang di kanan, kadang di kiri
Berusaha mencari posisi.

Bunyi itu engga datang sendiri, seperti biasanya.
Ada gaung yang mengikutinya
Gaung yang ngebuat gue ingin menutup telinga,
Engga sanggup mendengarnya
Namun apa mau di kata..
Gaung itu memang sudah bersamanya dari awal
Jauh sebelum gue mulai menikmati lantunannya
Lagi-lagi masuk ditengah-tengah.
Gue yang salah.

Telinga ini masih sering disentuhnya
Disuguhkan solmisasi yang unik
Membuat hati tergelitik
Hingga enggan tuk berbalik.
Titik

Friday, May 13, 2011

cerita cerita

11.00 WIB

Engga ada yang bisa mengalahkan
duduk tanpa memegang ponsel
duduk tanpa sibuk mengetik dan nunduk
duduk tanpa memikirkan apa, siapa, dan bagaimana
duduk hanya duduk melihat ke depan
duduk hanya duduk sesekali menoleh kanan kiri
duduk hanya duduk dan engga melihat ke belakang.

Bahwa ditemani pasir, matahari, dan air garam adalah bonus
Bahwa gue menanggalkan earphone dan
mendengarkan suara alam adalah benar adanya
Bahwa gue menikmati tiap detik dengan sesekali tersenyum sendiri
adalah asli itu terjadi.

Gue berjalan sebentar meninggalkan Batavia
Mencari makanan dan minuman buat jiwa yang lebam
Bukan sekedar alibi untuk berlibur ala hura-hura
Tiket pulang pergi dibeli atas dasar semangat yang hampir redam
hampir tidak ada
nyaris padam.

Tidak ada tempat untuk penyesalan
Semua berujung sebagai sebuah pelajaran
Seperti papan tulis besar dan kapur, minus penghapus
Tidak ada jalan kebelakang. buntu.
Semua bermuara bukan untuk mundur, tapi maju. harus maju.

Gue kembali dengan banyak cerita
Cerita tentang hari-hari gue di sana
Dimana gue bertemu banyak individu yang berbeda
Yang menggerakan alam bawah sadar gue
Bahwa yang terjadi, terjadilah. Karna memang harus terjadi
Bahwa yang akan terjadi, akan tetap terjadi. Karna memang akan terjadi
Namun, yang sudah terjadi, biarlah selesai dengan sendirinya
Karna harus ada akhir dari sebuah awal, dan awal dari sebuah cerita selanjutnya
Cerita yang mungkin akan gue mulai beberapa saat lagi
Sesaat setelah hati ini menghembuskan ikhlas.

Tuesday, April 26, 2011

bukan lagu cinta

20.00 WIB

Apa hebatnya gugusan kata-kata?
Biasa saja.
Apa hebatnya pasukan nada?
Biasa saja.
Apa hebatnya gugusan kata bila bercinta dengan pasukan nada?
Luar biasa.
Tanpa terasa, sudah hampir seratus kali
Seratus kali dua sejoli tadi menemani gue
Nada yang sedikit mendayu,
Kata yang menyerempet sendu.
Semua terdengar sempurna
Walau harus dibayar dengan kecengengan khas kepincangan cinta.

Wednesday, April 6, 2011

babak akhir pertunjukan

16.10 WIB

Mempersiapkan diri untuk sesuatu yang sedang dipersiapkan
Dia yang menyiapkan, bukan gue.
Perayaan tawa, tangis haru, dan ada janji di dalamnya
Janji antara dua mahkluk ciptaan Tuhan
Bukan, kali ini bukan gue dan dia pemerannya
Gue engga ikut audisi.
Jadi kali ini dia yang maju
Seperti pion-pion tanpa ragu
Benar adanya bahwa ia memiliki hak veto
Hak paten untuk memilih pemeran pendampingnya

Lalu apa yang gue persiapkan?
Toh pementasan kali ini bukan gue bintangnya
Memang bukan, jelas bukan.
Namun, ada bundelan naskah..
Ragam plot yang mundur dan sebagian maju..
Monolog dialog yang belum dibacakan..
Dan ada babak yang tak sempat dipentaskan.
Inilah persiapan gue
Berbisnis dengan apa yang belum terselesaikan
Dan apa yang akan terjadi kemudian.

Kali ini peran gue adalah sebagai penonton
Penonton memang bukan bagian dari penokohan
Namun perannya penting
Apa yang dimainkan bukan hanya yang tertulis di naskah
Emosi penonton. Itulah yang sesungguhnya dimainkan
Dinaikan, diturunkan, begitu seterusnya hingga klimaks
Atau bahkan antiklimaks.
Inilah persiapan gue
Bernegosiasi dengan kursi dan jeda antar babak
Dan apa yang akan ditutup oleh gorden merah dipenghujung adegan

Setidaknya gue pernah ada dipanggung itu,
dengannya.
Gue pernah memerankan banyak watak,
dengannya.
Gue pun sempat beradu mulut saat diskusi alur,
dengannya.
Tepuk tangan, sindiran, elu-elu kejayaan gue dapatkan,
dengannya.

Sudah hampir selesai
Lekas berberes, bergegas
Berlenggang dengan santai
Ucapkan selamat dengan lugas

au revoir.

Tuesday, April 5, 2011

hilangnya aksara dan nada

19.00 WIB

Kedatangannya bukan seperti menang judi
Diharapkan dan menjadi candu kemudian
Dia datang beberapa waktu silam, sesilam-silamnya masa
Entah kapan pastinya, namun apa pentingnya?
Ini bukan masalah kedatangannya
Ini perihal kepergiannya.

Gue masih inget gimana cara dia ketawa
Engga bagus sih, tapi ada khas diujung matanya
Gue masih inget cara dia nanggepin semua cerita gue
Engga sok tua, tapi untuk umurnya yang dibawah gue, dia dewasa
Gue masih inget permainan Print Screen tiap kali kita terkoneksi
Engga keren, tapi apa pedulinya? kita sering tertawa melihat hasilnya
Gue masih inget gimana dia cerita tentang mantan dan gebetannya
Engga banyak, tapi lumayanlah ceritanya bisa memakan waktu berjam-jam
Gue masih inget.. Masih banyak yang gue inget
Engga semuanya, tapi hampir seluruh yang gue inget, punya arti
Dan gue masih inget hari dimana dia pergi dari layar-layar gue
Engga kesel, tapi sedih.

Pernah ditampar pake sendal swallow tapi ada paku nya?
Atau dilempar pake donat tapi ada jarumnya?
Atau diguyur susu ultra terus kesetrum?
Mau ketawa, mau nangis, mau kesel, mau apa?
Mau bingung.
Tanpa ada preambule, mukadimah, pembukaan, you named it
Tiba-tiba apa yang ada harus disudahi.
Secara paksa. *cetak tebal, garis bawah, cetak miring

Semua sudah habis, tanpa sisa
Seperti disapu angin
Seperti ada diskon tutup toko
Seperti akhir yang dia tulis untuk cerita antara gue dan dia
Tanpa aksara, tanpa nada
Selesai begitu saja.

Saturday, March 19, 2011

malam minggu

00.45 WIB

Engga ada kata yang engga punya arti
Begitu juga dengan rasa
Engga ada sekecilpun rasa yang engga punya makna
Dengan sedikit transparansi dan keberanian
Kata dan rasa bisa menjelma menjadi arti yang sarat makna
Semua terbukti, malam tadi

Menengok kebelakang, mengingat apa yang hilang
Tidak ada, rasa itu tetap di sana tanpa kurang suatu apapun
Namun memang belum lengkap selengkap bakso dengan sendok
Belum ada yang mengakomodir rasa itu
Rasa itu masih ada di dalam mangkok, dan belum sampai ke lidah
Tangan ini masih kelu, masih malu
Masih penuh perhitungan sejak tahun-tahun lalu
Ada takut, ada ragu, ada takut.
Takut lidah menolak suapan tadi, takut lidah enggan mencecap
Takut lidah hanya akan ini akan itu, akan menolak makan bakso-bakso selanjutnya

Namun malam ini, tangan ini belajar
Menyadari bahwa ada rasa di dalam mangkok yang harus disampaikan
Ada lidah di atas sana yang engga pernah tau gimana rasa bakso
Ada bakso yang ingin teksturnya dirasa dan diterima oleh lidah
Semua berkesinambungan, seperti rantai
Maka diantarkannya bakso ke dalam mulut, disambut oleh lidah

Prosesnya tidak mudah. Butuh beberapa kali basa basi
Butuh beberapa kali menaik turunkan sendok
Sampai akhirnya.....


Akhirnya :)

sabtu siang

23.50 WIB

Semua tidak terencana
Mengalir mulus seperti deru hulu ke hilir
Awalnya hanya digerakan oleh mesin bernama hati
Lalu diteruskan dengan serdadu yang disebut tangan dan kaki
Berkendara di sabtu siang dengan lagu cinta khas malam minggu muda mudi
Menghampiri seseorang yang sudah lama dikenal,

Ada cuilan Einsten siang tadi
Roda empat dipacu selambat mungkin bak kura-kura tanpa sepatu roda
Potongan keju yang bergumul mesra dengan tepung, krim, gula dan berpadan dengan oreo
menjadi pilihan yang dibawa untuknya
Hanya sepotong gigitan manis, tanpa ada tipu daya khas tukang sulap
Namun, ada yang berbeda
Ada dorongan dari sistem pedal-pedal dibawah kaki
Toko bunga. Sampailah gue di sana.
Ini kali pertama, ada kue dinikahkan dengan bunga dan diberikan padanya.

Jarum panjang dan pendek berlomba meluncur
Sedikit demi sedikit keringat ini bercucur
Bukan karena takut s'mua rencana hancur
Namun perasaan ini sudah lari dari yang tadi diatur
Dia datang. Dengan senyum khas yang tegas, engga lembek kayak bubur
Tak karuan rasanya. Seperti lolos dari ciuman busur
Seperti sulitnya mencari kata berakhiran ur ur ur ur
Untuk meneruskan cerita tadi siang yang berakhir tanpa baur

Cerita ini belum berakhir
Masih banyak rasa yang belum dapat gue namakan
Yang didefinisikan dengan bahasa yang ada hanya akan mengurangkan makna
Jadi, tunggu aja.
Sabar.
Tunggu waktu yang tepat.
Seperti apa yang terjadi barusan
Masih dalam lingkaran sabtu dan lagu malam minggu
Yang isinya seputar cinta, air mata, tertawa, dan ragu.

Tuesday, March 15, 2011

judulnya bingung

10.00 WIB

Lagi-lagi ada di persimpangan jalan
Tanpa papan reot dengan tulisan arah
Yang ada cuma tanda tanya dan kompas tanpa jarum
Bagaimana mau melangkah kalau bingung meraja
Kanan kiri tak kunjung berdiri gada-gada
Kemana angin bertiup pun rasanya kayak rahasia
Kaki berpijak pada tanah sarat kerikil
Tak membuat luka memang,
namun menyelekit rasa tak bernama

Raga ini masih setia
Ingin lanjutkan perjalananan sebelumnya
Bukan mau membuat legenda
Manusia cupu dengan sejuta cinta
Yang menunggu gebetannya sampai maut ngajak becanda
Bukan, bukan..
Kali ini beda rasanya
Engga bermaksud mencari buku yang sudah tamat dibaca
Apa daya buku itu bereproduksi lahirkan cetakan baru
Eksemplar demi eksemplarnya menggoda.. Tuk digoda.. Lagi..

Kembali di persimpangan..
Kembali tanyai hati..
Ingin lanjutkan yang sudah ada, atau mencoba membaca arah yang lain
Yang ada di dalam buku yang baru
Yang dulu tamat terbaca, namun kini hadir tawarkan yang beda
Cerita (yang mungkin) bahagia antar tokoh utamanya

Tuesday, March 8, 2011

wooyyy kangeeennn woooyyy!

21.00 WIB

satu rasa sarat makna
sederhana.
kayak rumah makan masakan padang
tanpa diskriminasi pada sapi dan ikan tentunya
ayam adalah juaranya
satu ayam bermacam tema
gulai, pop, goreng, bakarpun bisa
harganya juga sama

seperti itulah rasa ini ingin diketikan
diputar-putar dan dituturkan dalam layar
satu rasa, satu nama. tak tergantikan
rindu ini menjelma dalam asam manis sendokan acar
membuat gue tersenyum sendirian
tanpa ada lagi guratan gusar

hampir

19.30 WIB

rasanya hampir sama
hampir mirip walau tidak kembar
hampir seperti beberapa halaman sebelumnya
halaman yang sempat terhenti disatu angka
tidak maju, malah hampir mundur

buku itu hampir lupa gue baca,
hampir lupa gue tulis lagi tentang dirinya
karena memang tidak terjadi apa-apa
namun ada desakan seperti tumpukan manusia di halte transjakarta
sesak dan siap meledak kapan saja
desakan rindu. desakan kangen. desakan desakan yang membuat tangan ini bergerak
buku itu masih ada di sana, halaman terakhir yang gue baca pun masih sama
memang belum ada cerita kelanjutannya

jari ini melakukan pemanasan
bukan senam skj atau aerobik dengan lagu keriaan
cukup menari perlahan, gabungkan diri dengan tokoh yang satu lagi
tidak mudah memang, memang tidak mudah
terlalu banyak cerita yang terlewat
terlalu banyak rasa yang dulu benderang tapi redup sekarang
dulu ada 4 tapak di setiap langkah, tapi kini hanya 2 dan hilang arah

perlahan gue memasuki cerita yang dulu menjadi primadona
bintang utamanya masih dia
dan akan tetap dia, karena ini cerita tentang gue dan dia
lucu rasanya, walaupun lucu memang bukan sebuah rasa
bertemu dengannya, deg-deg-an itu ada
rasa yang dulu jarang muncul karna berjalan bersamanya adalah biasa
seperti ada korsleting
mengejutkan dan meninggalkan jejak

ternyata gue benar ingin lanjutkan cerita ini
cerita yang gue mulai dan belum bisa berhenti
setidaknya jangan dulu berhenti
sebelum hati ini bergerilya lagi
menyusun strategi bak panglima perang dengan senjata api
yang ingin merebut kembali denyut-denyut nadi pujaan hati